Imunisasi


Imunisasi Lindungi Anak dari Serangan Infeksi

Angka infeksi pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun di Indonesia relatif tinggi. Bahkan, beberapa penyakit infeksi seperti diare dan pneumonia bisa menyebabkan kematian pada anak. Karena itu, imunisasi perlu diberikan kepada anak-anak untuk melindungi mereka dari berbagai penyakit.

Sehat bukan berarti hanya bebas dari penyakit atau hanya sehat fisik, mental atau sosial. "Anak sehat berarti mereka mempunyai kemampuan memperoleh potensi tertinggi di dalam hidupnya," kata Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Badriul Hegar, dalam temu media terkait peringatan Hari Anak Nasional, Rabu (22/7) di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.

Masalah kesehatan anak sebenarnya seperti puncak gunung es, yang terlihat hanya sebagian kecil dari masalah sebenarnya yang lebih besar. Masalah perinatal dan infeksi masih menjadi masalah utama kesehatan anak di Indonesia saat ini, kata Hegar menjelaskan. Kesehatan anak yang terintegrasi sangat penting untuk mengatasi masalah kesehatan anak serta memperoleh potensi hidup optimal. Oleh karena itu, menurut Hegar, perlu kekuatan semua pihak agar mewujudkan keadaan anak yang dilahirkan selamat, anak sehat dan tumbuh serta berkembang optimal.

Hegar menjelaskan, imunisasi bisa mencegah beberapa penyakit infeksi menyebabkan kematian dan kecacatan, dan penyebaran infeksi. Program imunisasi telah dilakukan sejak lama dan di hampir seluruh negara di dunia dengan pola pemberian dan jadwal imunisasi disesuaikan dengan pola epidemiologi penyakit serta pembiayaan program tiap negara, kata Hegar.

Ketua Satgas Imunisasi IDAI Prof Sri Rezeki menambahkan, imunisasi merangsang sistem imunologi tubuh membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. Imunisasi dan ASI merupakan bentuk tanggung jawab orang tua untuk kesehatan anaknya, ujarnya.

Saat ini di Indonesia ada lima imunisasi yang wajib diberikan sesuai program imunisasi pemerintah yaitu polio, BCG, hepatitis B, DPT dan campak. Adapun jenis imunisasi yang dianjurkan untuk bayi dan balita meliputi MMR, Hib, tifoid, hepatitis A, varisela dan pneumokokus.

Namun ada beberapa kendala dalam imunisasi bayi antara lain, negara-negara berkembang sangat tertinggal dalam cakupan imunisasi, sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses dan yang menolak imunisasi. Kendala lain adalah, adanya persepsi negatif terhadap imunisasi, kegagalan vaksin baru, dan keraguan tentang keamanan imunisasi. 

Pemikiran negatif atau pro dan kontra mengenai imunisasi sebenarnya bukan hal baru dan terjadi di berbagai negara sejak pertama kali diperkenalkan Edward Jenner di Inggris di awal tahun 1800-an. Masalah pemberian imunisasi biasanya muncul dalam hal keamanan. Hal ini sangat tergantung pada praktik di lapangan misalnya, vaksin tidak dikocok dengan benar sehingga setelah disuntik jadi mengeras, sering terjadi kesalahan dalam menyimpan vaksin sehingga tidak bisa bekerja efektif, ujarnya.


Vaksin

Vaksin (Wikipedia)

Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi organisme alami atau "liar."

Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga membantu sistem kekebalan melawan sel-sel degeneratif maupun kanker.

Menumbuhkan kekebalan

Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkan dan "mengingat"nya. Ketika di kemudian hari agen virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:
Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan
Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
Kuman yang dilemahkan digunakan untuk melawan tuberkulosis, rabies, dan cacar; kuman yang telah mati digunakan untuk mengatasi kolera dan tifus; toksoid digunakan untuk melawan difteri dan tetanus.

Meskipun vaksin sejauh ini tidak virulen sebagaimana agen "sebenarnya," terkadang bisa menimbulkan efek samping, dan harus diperkuat dengan vaksinasi ulang tiap beberapa tahun. Suatu cara mengatasi hal ini adalah dengan vaksinasi DNA. DNA yang menyandi suatu bagian virus atau bakteri yang dapat dikenali sistem kekebalan dimasukkan dan diekspresikan dalam sel manusia/hewan. Sel-sel ini selanjutnya menghasilkan toksoid agen penginfeksi, tanpa pengaruh berbahaya lainnya. Pada tahun 2003, vaksinasi DNA masih dalam percobaan, namun menunjukkan hasil menjanjikan.

Pemberantasan penyakit

Berbagai penyakit seperti polio telah dapat dikendalikan di negara-negara maju melalui penggunaan vaksin secara massal (malah, cacar telah berhasil dimusnahkan, sedangkan rubella dilaporkan telah musnah dari AS).

Sepanjang mayoritas masyarakat telah diimunisasi, penyakit infeksi akan sulit mewabah. Pengaruh ini disebut herd immunity. Beberapa kalangan, terutama yang melakukan praktik pengobatan alternatif, menolak mengimunisasi dirinya atau keluarganya, berdasarkan keyakinan bahwa efek samping vaksin merugikan mereka. Para pendukung vaksinasi rutin mengatakan bahwa efek samping vaksin sangat jarang, jika ada pun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan akibat infeksi penyakit, dan beranggapan bahwa hitungan untung/rugi haruslah berdasarkan keuntungan terhadap kemanusiaan secara keseluruhan,
Resiko utama rubella, misalnya, adalah terhadap janin wanita hamil, tapi resiko ini dapat secara efektif dikurangi dengan imunisasi anak-anak agar tidak menular kepada wanita hamil